Senin, 24 Februari 2014

Teamwork Para Semut

Semut, salah satu makhluk ciptaan Tuhan yang sangat kecil. Semut suka makanan yang manis, semua orang tahu itu dan semua orang sangat benci melihat makanan favorite mereka diserang oleh serbuan semut-semut yang kelaparan. Begitu juga dengan Benben, seorang anak yang baru berusia 12 tahun.  
“aduh gelas ku kok banyak semutnya gini sih! Menjijikkan!”
Benben merasa geram ketika melihat gelas kesayangannya dipenuhi oleh semut yang hendak mencari bekas-bekas gula di gelas miliknya. Benben pun mengguyur gelasnya dengan air yang berasal dari keran. Ia merasa puas ketika melihat semut-semut itu bersusah payah menyelamatkan diri mereka dari derasnya air.
Suatu siang yang terik, Benben sedang menonton film kartun kesayangannya dengan didampingi oleh segelas minuman dingin, beberapa makanan ringan dan juga permen. Entah mengapa ia merasakan sengatan di sekitar kakinya. Benben kaget dan langsung menggoyang-goyangkan kakinya yang dipenuhi oleh makhluk kecil itu.
“lagi-lagi semut! Emangnya semut gak punya kerjaan lain apa selain gangguin aku?” celotehnya entah kepada siapa.
Begitu pula saat Benben melihat semut-semut yang berjejer di tembok kamarnya. Padahal saat itu sudah larut malam tapi semut-semut yang sedang berjejer itu sama sekali tidak terlihat lelah harus berbaris sepersekian panjangnya.
“aduh kok semut ini ada dimana-mana sih! Ini kan udah malem, emangnya semut gak tidur? Besok kan harus sekolah, udah pergi sana jangan mainan terus!” katanya polos.
Keesokan harinya, Benben tidak sengaja melihat deretan benda kecil berwarna putih yang berjejer di sela-sela pintu dapurnya. Semakin ia dekati, semakin jelas terlihat makhluk yang sedang bahu-membahu membawa remah-remah roti ke dalam suatu lubang tanah yang ada di sebelah pot bunganya. Kini Benben mengerti mengapa semut-semut itu selalu datang dengan koloninya. Mungkin salah satu alasannya yaitu agar semut semakin mudah dan cepat mengumpulkan makanan.
Di balik salah satu remah-remah yang berjejer, Benben melihat salah satu kepingan roti yang lumayan besar. Ia merasa aneh dengan kepingan roti itu. Apa iya semut yang hanya satu inci itu dapat membawa kepingan roti yang berdiameter hampir 2 cm? Ia memperhatikan kepingan roti itu, dan ternyata di balik kepingan roti itu ada beberapa semut yang bergotong royong memindahkan kepingan roti dari dapur Benben kesarangnya lalu balik lagi.
Seekor semut tampak susah payah membawa remah-remah roti itu, namun salah seekor semut lain langsung membantu membawanya dan mereka bersama-sama mengangkut remah-remah roti itu ke sarangnya. Sungguh suatu pekerjaan gotong royong yang mengagumkan. Benben sangat terpana melihatnya. Semut-semut itu saling bekerja sama, saling membantu satu sama lain demi kelangsungan hidup koloninya.


Mungkin selama ini Benben telah salah menilai makhluk yang sering membuatknya jengkel itu. Benben tersenyum kagum pada semut-semut dihadapannya dan mulai sekarang, semut-semut yang bersarang di lubang tanah dekat pot bunganya akan menjadi hewan peliharaannya. Sekarang Benben sadar bahwa kelakuan semut-semut itu ada juga yang patut dicontoh oleh manusia, salah satunya saling gotong royong dan saling membantu satu sama lain. 
Semut saja bisa, kenapa manusia tidak?

Sabtu, 29 September 2012

KISAH SEBUAH PERSAHABATAN


Tepuk tangan dan sorak-sorak gembira terdengar dari para penonton, ketika para dancer keluar dari belakangpanggung. Para penonton sangat seang melihat penampilan para dancer yang menari dengan indah dan lues. Hal ini mengingatkankupada kejadian beberapa tahun yang lalu, kira-kira empat atau lima tahun yang lalu, saat itu aku masih duduk dibangku sekolah dasar, atau yang akrab sisebut SD. Tepatnya saat itu aku masih duduk dibangku kelas lima SD.
***
Ketika itu aku baru selesai melaksanakan minggu-minggu yang melelahkan, ujian alhie semester, dan seperti biasa, sudh menjadi budaya seusai dilaksanakannya ujian akhir semester, baik ujian akhir semester ganjil maupun ujian akhir semester genap, seluruh siswa siswi akan sekolah kerjabakti. Tentu saja aku dan tema-temanku sangat senang dengan hal ini, karena kami tidak perlu berkutat dengan soal-soal ujian yang membuat kepala kami pusing tujuh keliling, kamipun tidak perlu membawa tas yang dipenuhi buku-buku, yang beratnya seakan membuat punggung kami hampir patah. Ketika sekolah kerjabakti aku hanya perlu membawa alat-alat kebersihan seperti sapu,ember, lap dan lain sebagainya.
***
Pagi itu, dikala sang mentari baru memperlihatkan sinar paginya, dan  menyapa orang-orang agar segera membuka matanya, kala itu aku baru saja tiba di sekolah. Dan seperti biasa yang dilakukan oleh anak SD seumuranku waktu itu, setibanya kami disekolah kami akan mencari tempat berkumpul untuk saling mengobrol satu sama lain. Dipagi hari yang cerah itu aku dan teman-temanku memilih teras sekolah, sebagai tempat yang kami anggap tepat untuk sekedar duduk-duduk dan berbincang mengenai hal-hal yang menjadi topik pembicaraan kami saat itu.  
Setelah beberapalama kami mengobrol terdengar suara bel “Tet….”  Hal ini member tanda kepada kami semua, bahwa kami harus segera berkumpul dihalaman sekolah untuk mendengarkan pengumuman yang akan disampaikan oleh ibu atau bapak guru. Pagi itu aku mendapat tugas menyapu halaman belakang sekolah, namun belum seberapa lama aku menyapu, bahkan sehelai daunpun belum mengenai ujung sapuku, tiba-tiba ibu guru memanggilku dan beberapa temanku, yakni Sri, Wilia dan Yanti. Kamipun segera menghampiri ibu guru.
“Selamat pagi bu..”
“Selamat pagi anak-anak.”
“Ada apa ya,,, ibu guru memanggil kami kemari?” Tanyaku pada ibu guru.
“Begini anak-anak, mungki kalian sudah tahu pada saat acara perpisahan nanti disekolah kita akan diadakan acara kecil-kecilan dan untuk itu setiap kelas diharapkan ikut berpartisipasi, dalam mengisi acara saat perpisahan nanti, karena itu ibu menunjuk kalian untuk mewakili kelas kita dalam acara nanti, apa kalian mau?” Tanya ibu guru kepada kami.
“Tentu saja kami mau, tapi acara apa yang bias kami tampilkan?” Tanya Yanti kebingungan.
“Bagaimana kalau drama saja, dramakan cukup bagus dan menghibur.” Usul Wilia kepada kami.
“Drama memang bagus, tapi bagiku drama terlalu sulit, dan aku kurang setuju dengan idemu itu.” Sahut Sri.
“Tetapi drama itu kan pagelaran yang bagus, kenapa kamu tidak setuju?” kata Wilia dengan sedikit menggerutu.
“Bagaimana kalau kita menampilkan tarian atau hal lainya, selain drama,,,kalian setuju tidak?” tanyaku kepada teman-teman sembari member usul.
“Baiklah kalu begitu, bagaimana kalau kita menampilkan dance saat acara perpisahan nanti kalian setuju tidak?” Yanti member usul kepada kami.
Kamipun setuju dan sepakat memilih dance, sebagai pertunjukan yang akan kami tampilkan pada saat acara perpisahan nanti. Namun karena kami merasa kurang anggota untuk menampilkan pertunjukan dance, kemudian kami mengajak Laras untuk ikut menjadi anggota dance kami, dan siapa sangka Laras langsung menyetujuinya, sehingga anggota dance kami lengkap lima orang. Rencananya nanti seusai pulang sekolahkami akan berkumpul dirumah Sri.
***
Waktu menunjukkan pukul 02.00 siang saat itu aku baru tiba dirumahnya Sri, dan kudapati teman-temanku sudah terlebih dahulu tiba, mereka terlihatsibuk merundingkan berbagai hal yang berhubungan dengan pertunjukan dance yang kami ingin tampilkan. Melihat mereka yang sibuk berunding akupun bergabung bersama mereka untuk merundingkan mengenai kostum, musik dan  gerakan yang cocok untuk dance kami nantinya. Namun hingga sang mentari condong kearah barat, tidak ada satupun keputusan yang kami hasilkan, hal ini membuatku bingung, hingga akhirnya aku mengambil inisiatif untuk bertanya kepada ibunya Sri mengenai musik, gerakan dan kostum yang mungkin cocok untuk kami. Ibunya Sri member saran kepada kami agar kami menonton beberapa video dance, karena dengan begitu, mungkin kami akan punya inspirasi untuk dance kami. Akan tetapi tanpa terasa hari sudah semakin sore, dan waktu sudah menunjukkkan pukul 06.00, ini bertanda kami harus pulang kerumah kami masing-masing karena hari akan segera petang.
***
Keesokan harinya kami mulaiberlatih pukul 03.00 sore, latihan kembali dilakukan dirumahnya Sri, kami melakukan latihan dihalaman rumahnya, namun hal lucu terjadi, ditengah-tengah asyiknya kami berlatih tiba-tiba muncul seekor anjing yang berlari dan mengonggong kearah kami dan hal ini sontak membuat kami kaget dan tanpa pikir panjang, kami berlari dan memanjat sebuah pohon saat itulah tanpa sengaja kepalaku membentur sebuah batang pohon. Kemudian setelah beberapa saat, ketika kami suah merasa aman kami kembali menlanjutkan latihan.
***
Dihari berikutnya kami sepakat untuk masih melakukan latihan dance ditempat yangsama, namun tiba-tiba Yanti menelpon, bahwa ia tidak bias datang kerumahnya Sri, karena hari itu orang tua tidak ada dirumah dan tidak ada yang mengantarnya. Mendengar hal ini kami mengambil inisiatif untuk melakukan latihan dirumahnya Yanti. Setibanya kami dirumahnya Yanti, kami langsung berlatih, kami tiak ingin membuang-buang waktu yang ada. Namun hal yang tidak diinginkan terjadi, Yanti salah memencet tombol tape, dan hal ini membuat sebagian music dance terhapus, mengetahui hal ini Wilia dan Sri benar-benar marah, akan tetapi aku dan Laras mencoba untuk melerai mereka, aku adn Laras tidak ingin melihat adanya pertengkaran.
 Karena kami merasa sedih dan bingung kami meminta bantuan kepada orang tua kami agar mereka membantu kami mencarikan kaset yang sama dibeberapa toko kaset, namun hasilnya nihil kaset itu tidak ada di toko kaset manapun, karena hal ini Sri menjadi semakin marah terhadap Yanti, Laraspun menceritakan hal ini kepadaku hingga sampailah kami pada keputusa untuk mencoba mencari kaset itu dibeberapa took kaset. Setelah beberapa lama kami berkeliling, memasuki satu demi satu tokokaset, namun hasilnya tetap nihil kaset itu tidak tersedia di toko kaset manapun. Kami menjadi putus asa dan benar-benar kecewa hingga kami memutuskan untuk membatalkan perunjukan dance yang kami ingin tampilkan saat acara perpisahan nanti. Dengan begini kami rasa semua masalah akan selesai dan Sri tidak akan marah lagi kepada Yanti
***
Hari dimana acara perpisahan diadakanpun tiba, kami begitu senang melihat berbagai pertunjukan yang ditampilkan oleh seluruh siswa siswi Dari kelas satu hingga kelas enam. Namun hal ini tetap tidak bias menutupi rasa kecewa kami, karena gagal tampil dalam acara ini. Namun aku rasa dengan beigni aku dan teman-temanku mendapat pelajaran berharga agar kelak kami tidak melakukan hal-hal ceroboh yang dapat merugikan diri sendiri.

Written by: Luh Diah Pebrianti